PPN (Pajak Pertambahan Nilai) DIBEBASKAN

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dibebaskan merupakan salah satu dari beberapa fasilitas pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu. Berdasarkan Pasal 16B ayat (1) UU PPN, PPN dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun untuk selamanya dapat diberikan untuk:

1. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
2. Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
3. Impor Barang Kena Pajak tertentu;
4. Pemanfaatan barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
5. Pemanfaatan Jasa kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2020 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 81 tahun 2015 tentang impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN meliputi diantaranya untuk impor adalah mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut termasuk yang atas impornya dilakukan oleh pihak yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tidak termasuk suku cadang, dan PPN dibebaskan lainnya atas impornya dan atas penyerahanya dibebaskan dari pengenaan PPN yang terdapat di Peraturan Pemerintah nomor 48 tahun 2020. Ketentuan-ketentuan lainya dalam pemberian fasilitas PPN dibebaskan juga bisa dilihat lebih detail pada Peraturan Pemerintah tersebut, dan PP No. 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Dalam struktur pasal ketentuan PPN (Pasal 44E) pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terdapat pokok-pokok yang mengatur di antaranya adalah pengurangan objek dan fasilitas PPN sebagai berikut:

1. Fasilitas pembebasan PPN diberikan terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis lainnya. Masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial.

2. Pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN diberikan agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran, serta dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.

3. Pengaturan kembali barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN, meliputi makanan/minuman karena merupakan objek PDRD, uang/emas batangan/SBN, jasa keagamaan, jasa kesenian/hiburan objek PDRD, jasa perhotelan objek PDRD, jasa pemerintahan, jasa parker objek PDRD, dan jasa boga/catering objek PDRD.

4. Pengaturan kembali rincian criteria fasilitas PPN, semula terdapat 15 kriteria fasilitas PPN, menjadi 10 kriteria fasilitas PPN.

5. Pengaturan ini dimaksudkan untuk perluasan basis PPN dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, asas kemanfaatan khususnya dalam memajukan kesejahteraan umun dan asas kepentingan nasional. Tujuan kebijakan ini yaitu optimalisasi penerimaan Negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

 

 

 

Sumber:

  1. Undang-Undang 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 Tentang Impor Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
  3. UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Kalster PPN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *