Desentralisasi Fiskal di Indonesia

     Indonesia dianggap negara yang cukup menjalankan desentralisasi yang cukup baik jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara, namun pemerintah daerah juga belum diberikan kontrol secara penuh atas desentralisasi yang diberikan, hal tersebut dapat dilihat dari penentuan regulasi seperti tarif pajak, objek pajak, sanksi dan hal lainnya masih sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat, namun permasalahan yang terjadi saat ini yaitu pemerintah daerah dianggap tidak dapat memaksimalkan pendapatan daerahnya dikarenakan beberapa hal seperti kebijakannya yang selalu berubah.

     Beberapa negara di Asia Tenggara pada umumnya belum melakukan desentralisasi secara maksimal, hal ini terlihat dari persentase Pendapatan Asli Daerah di masing-masing daerah, Filipina dianggap paling besar melakukan desentralisasi fiskal dengan persentase 31,1%, Indonesia pada urutan kedua yaitu sebesar 15,4%, Thailand 10,9%, sedangkan Kamboja dan Vietnam -5%. Data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan yang sangat kecil dan terbatas.

     Pemerintah daerah di Indonesia memiliki kewenangan tentang pendapatan daerah untuk memungut sejumlah sumber pendapatan penting tetapi kecil. Pemerintah pusat mengendalikan pendapatan daerah yang paling berpotensi produktif, yaitu Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Pajak-pajak produktif yang lebih kecil dibebankan kepada provinsi (Pajak kendaraan bermotor, bahan bakar, dan retribusi air, yang semuanya dibagi dengan kota dan kabupaten), dan kota dan kabupaten (bea perolehan hak tanah dan bangunan, pajak bumi dan bangunan, pajak hotel, hiburan, reklame, jalan penerangan, penambangan mineral pilihan, dan parkir).

 

Sumber :

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

Taliercio, 2005 (Own-Source Revenue:Getting Policy and Administration Right)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *