Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak menerbitkan aturan baru mengenai pembuatan bukti pemotongan /pemungutan unifikasi dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) unifikasi. Aturan ini berlaku mulai masa pajak Januari 2022 yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu PER-23/PJ/2020.
SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotong dan/atau pemungut PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa pajak. Sedangkan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar yang dipersamakan sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh.
SPT PPh Unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15, PPh pasal 22, PPh pasal 23 dan PPh pasal 26. Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi dan ditandatangani secara elektronik.
Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tidak perlu dibuat dalam hal tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh. Namun, meskipun tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh, ada beberapa kondisi yang tetap memerlukan pembuatan bukti pemotongan/pemungutan yaitu;
- Jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas,
- Transaksi dilakuakn dengan WP yang memiliki Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018 yang terkonfirmasi,
- Jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan P3B Wajib Pajak Luar Negeri,
- PPh yang dipotong/dipungut ditanggung pemerintah,
- PPh yang dipotong/dipungut diberikan fasilitas PPh,
- Pemotongan/Pemungutan PPh dilakukan dengan menggunakan SSP, BPN, atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.
Sumber:
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2021.