Kelangkaan minyak goreng dan pengawasan perpajakannya

 

Penyebab Kelangkaan.

          Sudah hampir satu tahun terakhir ini terdapat kelangkaan persediaan nasional minyak goreng yang mengakibatkan harga minyak goreng di pasar dalam negeri mengalami kenaikan yang sangat tinggi, kebijakan perdagangan dilaksanaakan dengan operasi pasar dan melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) mapun produk turunannya termasuk minyak goreng, namun hal tersebut terlihat kurang efektif karena tidak mengatasi akar dari permasalahan kelangkaan minyak goreng.

       Permasalahan kelangkaan minyak goreng di Indonesia disebabkan beberapa faktor diantaranya permintaan atas CPO dan produk turunannya termasuk minyak goreng meningkat secara tajam sehingga para pengusaha lebih tertarik untuk melakukan ekspor daripada menjual di dalam negeri karena harga di dalam negeri jauh lebih murah. Permasalahan lainnya yaitu adanya kasus korupsi Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan terkait dengan ekspor minyak goreng oleh perusahaan besar seperti Wilmar, Musim Mas dan Permata Nabati dimana ketiganya merupakan raksasa dalam Industri Kelapa sawit yang menghasilkan produk turunan berupa minyak goreng yang melakukan suap ke Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

 

Kontribusi Pengawasan Perpajakan.

        Kebijakan administrasi perpajakan dapat berkontribusi dalam memecahkan permasalahan kelangkaan persediaan nasional minyak goreng yang menyebabkan harga minyak goreng mengalami kenaikan. Kebijakan administrasi perpajakan yang dapat  mengurangi tekanan kenaikan harga serta memiliki potensi penerimaan pajak yang besar yaitu dengan melakukan audit secara intensif kepada perusahaan CPO dan Minyak Goreng terutama perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor. Akun transaksi yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemeriksa pajak dapat dibedakan pada perusahaan pabrik CPO dan perusahaan pengekspor CPO dan minyak goreng.

  1. Perusahaan/Pabrik CPO.

          Akun yang diaudit pada perusahaan ataupun pabrik CPO yaitu Harga Pokok Penjualan (HPP) dimana terdapat harga dan jumlah Tandan Buah Segar Kelapa Sawit, selanjutnya Penjualan CPO dimana pada umumnya kelapa sawit akan memiliki rendemen 20-25%, artinya jika total CPO yang dihasilkan dari proses pengolahannya dibawah rendemen rata-rata maka memiliki potensi adanya hasil produksi CPO yang tidak diakui penjualannya. Kontak kerja dengan perusahaan pembeli CPO juga dapat diperiksa secara intensif agar terlihat dengan jelas tujuan transaksinya.

  1. Perusahaan Pengekspor CPO dan Minyak Goreng.

       Perusahaan pengekspor minyak goreng juga dilakukan insentifikasi pemeriksaan pada pos HPP dimana terdapat total jumlah CPO dan produk turunannya yang dibeli serta penjualan dimana terdapat total jumlah CPO dan produk turunannya yang diekspor, dimana jika terdapat pembatasan ekspor sebesar 20 persen maka seharusnya yang diekspor hanya 80 persen dari total CPO yang dibeli dikurang dengan penyusutan. Dengan kebutuhan minyak kelapa sawit dalam negeri hanya 20% dari total produksi nasional, seharusnya jika pengawasan ini dilakukan secara maksimal maka dapat diketahui sumber permasalahan langkanya minyak goreng dalam negeri. Kontak Kerja dengan perusahaan pembeli juga dapat diperiksa secara intensif agar tujuan dari trasaksinya dapat terlihat jelas apakah penjualan ke dalam negeri atau keluar negeri.

 

Kerahasiaan Data

           Bila pemeriksa terkendala masalah kerahasiaan bank maupun kerahasaan Lembaga profesi seperti Kantor Akuntan Publik, Notaris, Asosiasi Eksportir Sawit dan pihak lainnya, undang-undang pajak Indonesia mempunyai landasan hukumnya untuk meniadakan kerahasiaan tersebut, yang tercantum pada perubahan ketiga (UU Nomor 28 Tahun 2007) tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang masih berlaku sampai dengan saat ini mengatur mengenai peniadaan kerahasiaan tersebut, dalam pasal 35 Ayat 1, Ayat 2 dan Ayat 3.

 

Pasal 35

  1. Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta.

  2. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.

  3. Tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

 

Sumber :

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61149719

UU Nomor 28 Tahun 2007) tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *